Muara akhir dari berfilsafat...

Muara akhir dari berfilsafat adalah untuk mencapai kebijaksanaan yaitu berperilaku bijak (wisdom) dalam setiap menghadapi permasalahan melalui penalaran logika, etika, dan estetika dalam mencari kebenaran.


a.     Kebijaksanaan diperoleh melalui berfilsafat, karena manusia akan menjadi bijaksana setelah dia berhasil mencari kebenaran dalam mengatasi masalahnya dengan penalaran logika, etika, dan estetika. Filsafat sendiri berasal dari kata Yunani, philosophia dengan unsur kata philos atau philia (cinta, persahabatan/ tertarik pada) dan sophos/ sophia (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman). Dari asal katanya itu, filsafat atau philosophia berarti cinta akan kebijaksanaan. Pythagoras menonjolkan Ketuhanan sebagai indikator manusia pecinta kebijakan (lover of wisdom). Selaras dengannya, Hasbullah Bakry juga menyatakan bahwa berfilsafat ialah menyelidiki segala sesuatu mendalam mengenai ketuhanan, semesta, dan manusia. Aristoteles melengkapi dengan menyatakan bahwa filsafat meliputi kebenaran di dalam logika, metafisika, fisika, dan pengetahuan praktis. Atau Kant yang menyatakan filsafat sebagai dasar pengetahuan yang mencakup metafisika, agama, antropologi, dan etika.

Dari pemikiran beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa orang yang bijaksana adalah jika mereka sudah mampu berfilsafat, yaitu berpikir dan mempertimbangkan secara komprehensif dalam melogika (pikir), etika (nilai, sikap, tata cara, sopan santun), dan estetika (keindahan, keharmonisan).

Contoh kasus : pendidikan yang dilakukan di lembaga sekolah harus mampu mengembangkan tiga ranah kemampuan (afeksi/ sikap, kognitif/ pengetahuan, dan psikomotorik (keterampilan) dengan cara pembimbingan, pengajaran, dan latihan. Jika dipahami, pengembangan tersebut rupanya agar membentuk anak atau peserta didik menjadi manusia yang bijaksana saat dewasa nantinya, yaitu yang bijaksana sikapnya, pola pikirnya, dan terampil mengatasi masalah.

Dalam dokumen indografis Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), diperlukan adanya harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetis), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) untuk memperkuat karakter siswa. Dilanjutkan bahwa nilai karakter yang dikembangkan adalah : religius, nasionalisme, bergotong-royong, integrasi, dan mandiri. Menurut saya, kelima nilai karakter tersebut juga akan membimbing siswa agar menjadi manusia bijaksana.

PPK terintegrasi dalam kegiatan intrakurikuler (belajar mata pelajaran umum dalam kurikulum), kokurikuler (memperdalam kompetensi dasar kurikulum), dan ekstrakurikuler (asah bakat, minat, agama). Selain siswa menerima materi bidang pelajaran sesuai kurikulum, siswa juga diajak belajar praktik langsung di laboratorium, dan disalurkan kegemarannya dengan kegiatan di luar kelas pembelajaran (mengikuiti klub seni rupa/ orahraga, band/ paduan suara, dsb).


b.     Di antara ketiga pijakan argumentasi—logika, etika, estetika; yang paling dapat diterima kebenarannya ketika kita berdebat adalah masing-masing dari mereka dapat menjadi yang paling benar apabila dasarnya diambil dari wahyu Tuhan. Penalaran logika dapat menjadi yang paling benar asalkan sudah benar pula pada nilai Ketuhanan (dalam Islam sudah sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum). Penalaran etika juga menjadi yang terbenar asalkan sesuai dengan norma Ketuhanan, begitu pula penalaran estetika.

Ilmu yang berasal dari pengetahuan manusia tentang hal-hal yang menarik lalu dijelajahi sehingga membentuk pengalaman akan berhenti pada batas tertentu. Satu hal, ilmu tidak akan menalar hal-hal akhirat, sebab menjadi urusan agama dan hanya milik Tuhan (Suriasumantri, 2003: 91). Melalui pemikiran tersebut, saya memahami bahwa penalaran dengan pijakan argumentasi manapun (baik logika, etika, estetika) dapat menjadi yang paling benar, asalkan sudah sesuai dengan nilai agama atau nilai Ketuhanan.


c.     Kapan dan bagaimana logika deduktif dan indukif digunakan?

Berpikir deduktif ialah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan, di mana yang pertama biasanya menjadi pernyataan umum. Dalam logika, ini disebut sebagai silogisme bahwa “Jika A benar, dan B benar, maka akan terjadi C”. (Rakhmat, 2008 : 69). Jadi dimulai sejak hal-hal yang umum menuju hal-hal yang khusus. Logika ini disebut logika formil Aristoteles karena pembuktian berasal dari premis mayor yang dipandang mutlak benar untuk membuktikan kasus (premis minor) (Muhadjir, 2015 : 23). Sementara itu, berpikir induktif dimulai sejak hal-hal yang khusus, lalu diambil simpulan umum atau melalui cara generalisasi (Rakhmat, 2008 : 69).

Dalam pencarian kebenaran, logika deduktif disebut aliran rasionalisme atau yang berasal dari akal, yaitu aliran yang menganggap bahwa ilmu berasal dari pemahaman intelektual yang dibangun atas kemampuan argumentasi logik. Namun ilmu tersebut tetap memerlukan dukungan data empirik yang relevan agar sifatnya bukan fiksi (Muhadjir, 2015 : 151). Logika induktif lebih disebut aliran empirisme atau berasal dari pengalaman.

Dengan begitu, baik logika deduktif maupun induktif dapat digunakan dalam untuk mengkaji dalam tiga kajian filsafat, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Misalnya, dalam mengkaji ontologi tentang hakikat sesuatu, saya mencari dari berbagai sumber, mengkaji beberapa pemikiran ahli, lalu paham dan membuat simpulan dengan akal (berpikir deduktif, rasional). Selanjutnya saat mengkaji epistemologi, saya mencari bukti dari pengalaman pribadi atau hasil penelitian orang lain (berpikir induktif, didukung data empirik. Untuk kajian aksiologi hampir sama dengan mengkaji ontologi, haya saja aksiologi lebih mencari kebermanfaatan atau nilai dari suatu hal/ ilmu. 


 [Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu]

 Disusun oleh  Yefie Virgiana  (virgiana15shy@gmail.com)


sumber referensi : 

Muhadjir, Noeng. (2015). Filsafat Ilmu. Yogyakarta : RAKE SARASIN

Rakhmat, Jalaluddin. (2008). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Suriasumantri, Jujun. S,. (2003). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DANA PENDIDIKAN 20% DARI APBN & ABPD? BENARKAH?

AUD YANG BERETIKA DI ERA KEMAJUAN PERADABAN