ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI ILMU PAUD

 LANDASAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS, DAN AKSIOLOGI DALAM ILMU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


[Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu]

Disusun oleh : Yefie Virgiana &  Faizah (virgiana15shy@gmail.com)


BAB 1

PENDAHULUAN

 

A.   LATAR BELAKANG

Mendengar istilah ilmu pendidikan anak usia dini (selanjutnya disebut dengan ilmu PAUD) terasa baru bagi beberapa pihak. Di Indonesia sendiri, ilmu jenis ini kurang lebih muncul bersamaan dengan lahirnya PAUD dalam skala besar pada tahun 2001, tepatnya sejak terbentuknya Direktorat PADU. Kini instansi tersebut telah berganti nama menjadi Direktorat PAUD. Kronologisnya, awal kesadaran dan komitmen Indonesia tentu mengekori gagasan global terhadap adikuasanya PAUD sebagai bagian dari upaya pembangunan “manusia seutuhnya” yang dipicu oleh Deklarasi HAM pada tahun 1948 dan Convention on the Rights of the Child (Konvensi Hak Anak) pada tahun 1989. Tidak cukup sampai di situ, kemudian dikuatkan oleh komitmen Jomtien Thailand pada tahun 1990, Deklarasi Dakkar pada tahun 2000, dan Deklarasi A World Fit for Children pada tahun 2002.

Bangsa Indonesia perlu bersyukur karena komitmen tentang pembinaan anak sebagai warga negara secara utuh tertuang dalam berbagai peraturan perundangan secara lengkap dan selaras dengan komitmen internasional. Komitmen tersebut di antaranya tertuang dalam UUD 1945, UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selanjutnya disebut sebagai dasar hukum sekaligus spirit dalam memacu pembangunan PAUD di Indonesia.

Spirit hebat tersebut apabila diiringi semangat dan keberhasilan masyarakat di dunia dalam membangun PAUD mampu menanamkan inspirasi dan refleksi bagi pembangunan PAUD di Indonesia. Untuk itu, tahun 2011 dianggap sebagai tahun kelahiran akan penguatan dan tekad bulat untuk membangun PAUD yang mampu mengakar di semua lapisan masyarakat hingga kawasan yang tertinggal, terpencil, hingga kawasan yang berbatasan dengan negara lain. Adapun yang menjadi dasar dalam membangun PAUD yang lebih terarah dan terencana, sistematis, menyatu, dan lebih komprehensif yaitu PAUD pada masa sebelum tahun 2011.

Seperti yang tertuang dalam dokumen Kerangka Besar Pembangunan PAUD 2011-2025, pembangunan PAUD saat ini perlu didukung oleh kebijakan, strategi, dan langkah-langkah operasional yang sistematis, terarah, jelas, dan terukur. Jadi hasilnya mampu dipanen hingga tahun 2045, bersamaan dengan merayakan ulang tahun Indonesia yang ke 100 tahun. Kado istimewa yang disiapkan untuk tahun 2045 tersebut adalah lahirnya insan (SDM) yang cerdas dan komprehensif. Insan jenis itu harusnya sudah terlihat sejak tahun 2015 lalu yaitu lahirnya insan SDM berkualitas. Kemudian pada tahun 2025 akan bertransformasi menjadi SDM yang handal dan SDM yang mampu bersaing secara global di tahun 2035. Tentu saja, dampak di tahun 2045 menjadi harapan yang paling diidam-idamkan.

Insan yang cerdas dan komprehensif nantinya terbungkus sebagai sosok Anak Indonesia Harapan (AIH) dengan sepuluh ciri utama (dasa citra anak Indonesia), yang meliputi : 1) beriman dan 2) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 3) berakhlak mulia, 4) sehat, 5) cerdas, 6) jujur, 7) bertanggungjawab, 8) kreatif, 9) percaya diri, dan 10) cinta tanah air. Hal tersebut menjadi layanan utama PAUD melalui kelembagaannya seperti TK/RA, KB, TPA, Satuan PAUD Sejenis (SPS), dan PAUD Berbasis Keluarga (PBK) dalam mengantarkan anak siap mengikuti pendidikan lebih lanjut sekaligus siap memasuki ekosistem yang lebih luas.

Lalu apakah benih Anak Indonesia Harapan (AIH) sudah terlihat? Perlu dikaji kondisi terkini pembangunan PAUD Indonesia yang hingga kini dirasakan belum optimal. Pertama, mengenai kondisi akses layanan PAUD diukur melalui besaran angka partisipasi kasar anak usia dini (APK, Angka Partisipasi Kasar) yang telah dapat dilayani oleh PAUD. APK PAUD hingga akhir tahun 2017 sebesar 72,35% yaitu baru 13.913.680 anak yang terlayani dari 19.229.800 anak usia 3 s.d 6 tahun di seluruh Indonesia. Jika lebih dicermati, besaran APK tersebut juga berbeda di setiap daerah yang disebabkan oleh kondisi masing-masing daerah yang berbeda-beda. Dirjen PAUDNI pada tahun 2011 rupanya menemukan kondisi berikut :

1.     Faktor populasi dan sebaran penduduk, di mana penduduk yang tinggal di pedesaan dan perkotaan tidak merata, penduduk pulau Jawa yang melebihi separuh jumlah penduduk di seluruh Indonesia, sehingga populasi anak usia dini yang belum dapat terlayani sepenuhnya oleh PAUD.

2.     Faktor kesehatan dan gizi, tentang kasus gizi buruk, kasus bayi dengan berat badan lahir rendah, prevalensi balita kerdil dan anemia.

3.     Faktor tingkat pendidikan, di mana tingkat pendidikan yang masih kurang memadai di seluruh Indonesia sehingga kalaupun seluruh lulusan PT yang ada bisa menjadi guru, maka untuk memenuhi kualifikasi pendidikan guru PAUD-SLTA minimal S1/D4 masih belum cukup.

Melalui penjelasan tersebut, penulis memilih faktor ketiga yaitu faktor tingkat pendidikan sebagai latar belakang dalam penyusunan makalah ini. Penulis lantas mengidentifikasikannya sebagai berikut : kualifikasi pendidik yang berkaitan erat dengan kompetensi profesional belum sepenuhnya dimiliki para pendidik PAUD di Indonesia. Sebab eksternalnya bisa saja karena kurangnya sarana atau metode dan dukungan bagi mereka dalam mencapai standar kualifikasi dan kompetensi yang cukup. Sedangkan sebab internalnya berasal dari pribadi pendidik itu sendiri, kepribadiannya yang kurang sadar/ peka ditambah potensinya yang kurang paham tentang ilmu yang digunakan dalam memberikan layanan di lembaga PAUD.

 

B.   RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah di sini disusun berdasarkan latar belakang yang penulis kaji dari data-data yang telah disebutkan, yang kemudian akan dibahas dengan kajian filsafat ilmu. Salah satu masalah yang ditemukan yaitu kurangnya kualifikasi dan kompetensi sebab pendidik PAUD belum memahami ilmu tentang PAUD dalam memberikan layanannya. Untuk itu penulis akan membahas tentang ilmu PAUD dalam tiga kajian, yaitu secara ontologi (hakikat), epistemologi (kebenarannya), dan aksiologi (kebermanfaatan/ nilai) Penjabarannya sebagai berikut :

1.     Bagaimana analisis mengenai landasan ontologi dalam Ilmu Pendidikan Anak Usia Dini (Ilmu PAUD)?

2.     Bagaimana analisis mengenai landasan epistemologi dalam Ilmu Pendidikan Anak Usia Dini (Ilmu PAUD)?

3.     Bagaimana analisis mengenai landasan aksiologi dalam Ilmu Pendidikan Anak Usia Dini (Ilmu PAUD)?

 

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

Sebelum membahas analisis ketiga landasan berdasarkan filsafat ilmu dalam ilmu PAUD; perlu kami bahas terlebih dahulu tentang poin-poin utama dalam cara mengkaji filsafatis secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

§  Kajian ontologi mengkaji tentang hakikat apa yang dikaji yaitu mengkaji hal-hal metafisika, asumsi, peluang, beberapa asumsi dan batas-batas penjelajahan dalam suatu ilmu (Suriasumantri, 2003). Kaitannya dengan tulisan ini, penulis akan menganalisis hakikat dan apa saja yang dikaji dalam ilmu PAUD.

§  Kajian epistemologi mengkaji tentang cara mendapatkan pengetahuan yang benar atau dalam mencari kebenaran seperti mengenai metode yang dipakai dan struktur pengetahuan dari suatu ilmu (Suriasumantri, 2003). Maka penulis akan menganalisis tentang metode dan struktur pengetahuan dari ilmu PAUD.

§  Kajian aksiologi mengkaji tentang nilai kegunaan suatu ilmu (Suriasumantri, 2003), sehingga penulis akan mengkaji kebermanfaatan dari ilmu PAUD.

 

A.   LANDASAN ONTOLOGI DALAM ILMU PAUD

1.     Konsep Ilmu PAUD

Pada dasarnya ilmu berasal dari pengetahuan manusia tentang hal-hal yang dirasa menarik baginya, dia memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti pada batas pengalaman manusia. Ilmu membatasi lingkup jelajahnya pada batas pengalaman manusia dengan metode penyusunan yang teruji empiris. Untuk itu ilmu tidak akan belajar tentang hal-hal akhirat, sebab itu sudah menjadi urusan agama, dan hanya milik Tuhan. Ilmu berfungsi untuk membantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi mereka sehari-hari. Ilmu diharapkan membantu manusia untuk memerangi sakit/ penyakit, membangun gedung, membangkitkan tenaga listrik, mendidik anak, meratakan pendapatan nasional, dan sebagainya (Suriasumantri, 2003 : 91).

Telah disinggung Suriasumantri bahwa ilmu juga ikut membantu manusia dalam mendidik anak. Penulis anggap di sanalah peran ilmu PAUD dengan nilai kegunaan yang akan dibahas di bagian kajian epistemologis. Lalu bagaimana ilmu PAUD dapat termasuk dalam cabang-cabang ilmu yang awalnya hanya dua yaitu filsafat alam atau rumpun ilmu alam (natural sciences) dan ilmu sosial (social sciences)? Penulis akan membahasnya sebagai berikut, kedua rumpun ilmu awal kemudian bercabang menjadi cabang-cabang ilmu lain. Ilmu alam terbagi menjadi ilmu alam fisik dan ilmu alam hayat untuk mempelajari alam semesta, kemudian bercabang menjadi fisika, kimia, astronomi, dan ilmu bumi. Cabang ilmu tersebut selanjutnya meranting menjadi mekanika, hidrodinamika, cahaya, fisika nuklir, kimia murni, kelistrikan—disebut sebagai ilmu murni dan menjadi ilmu terapan.

Yang kedua adalah ilmu sosial yang berkembang lebih lambat dibanding ilmu alam dengan cabang utama antropologi (manusia dalam perspektif waktu dan tempat), psikologi (proses mental/ jiwa dan perilaku manusia), sosiologi (struktur organisasi sosial manusia), ekonomi (manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup melalui proses pertukaran), dan ilmu politik (sistem dan proses dalam kehidupan manusia dalam lingkup pemerintahan dan negara) (Suriasumantri, 2003 : 94). Dari penjelasan tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa ilmu PAUD lebih dekat prinsipnya dengan psikologi sebagai cabang dari ilmu sosial.

2.     Obyek Material dan Obyek Formal dalam Ilmu PAUD

Di bagian ini akan mengantarkan pada pembahasan selanjutnya. Penulis membagi obyek dalam ilmu PAUD sesuai dengan kajian filsafat yaitu mana obyek material dan mana obyek formal dari ilmu PAUD.

a)     Obyek material ilmu PAUD berupa hal-hal yang menjadi sasaran kajian baik yang konkret maupun abstrak. Obyek material ilmu PAUD tentu saja mencakup hal-hal yang berada dalam lingkup PAUD seperti anak usia dini (atau peserta didik, yang berupa input dan output), guru/ pendidik (harus kompeten dan profesional), kurikulum, strategi/ metode/ pendekatan dalam  pembelajaran, evaluasi, manajemen sekolah, sarana prasana (untuk PAUD maka disebut dengan APE—Alat Permainan Edukatif), dan lain-lain.

§  Anak usia dini sebagai obyek yaitu anak dari anak-anak berusia 0 s.d 6 tahun atau usia prasekolah (UURI Nomor 20 Tahun 2003 pasal 28 (1)). Anak-anak tersebut kemudian dikelompokkan menjadi : kelompok 0 s.d 2 tahun, kelompok > 2 s.d 4 tahun, kelompok > 4 s.d 5 tahun, dan kelompok > 5 s.d 6 tahun. Inputnya adalah anak-anak di saat pertama kali dilayani oleh PAUD, sedangkan outputnya berupa anak-anak yang sama setelah menerima layanan PAUD.

§  Tenaga kependidikan PAUD mencakup guru PAUD, guru di lembaga umum, guru TPA, guru pendidikan khusus, penyedia rumah penitipan anak, pengasuh, pengelola/ pemilik/ pimpinan TPA, penyedia layanan TPA, asisten guru, ahli bimbingan anak, ahli perkembangan anak, ahli kurikulum, pengurus administrasi, petugas perpustakaan, terapis anak, orangtua sebagai fasilitator guru (komite sekolah), dan sebagainya (Morisson, 2012 : 18 tentang jalur profesional praktisi PAUD).

§  Struktur kurikulum PAUD mencakup program pengembangan dengan unsur enam aspek lingkup perkembangan anak (nilai agama moral, kognitif, bahasa, fisik motorik, sosial emosional, seni), TPP (Tingkat Pencapaian Perkembangan dan indikator pencapaian perkembangan. Dari BAN PAUD dan PNF kemudian menyarankan agar standar tersebut dapat diimplementasikan dengan acuan Standar Nasional; juga diperkaya dengan Standar Lokal/ Provinsi dan Standar Internasional.

§  Pemilihan strategi/ metode/ pendekatan pembelajaran disesuaikan pada kurikulum yang diberlakukan. Untuk PAUD di Indonesia saat ini pasti menggunakan Kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik. Setelah itu, PAUD juga memiliki beberapa model pembelajaran seperti model sentra, model area, model kelompok, klasikal, dan lain sebagainya.

§  Evaluasi atau penilaian di PAUD dilakukan terhadap proses dan hasil pembelajaran dalam 4 satuan waktu yaitu : setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, dan setiap semester. Adapun teknik yang dipakai yaitu melalui : observasi/ pengamatan, catatan anekdot dan catatan autentik, hasil karya, unjuk kerja/ demonstrasi, dan portofolio.

§  Manajemen sekolah PAUD diawali dengan visi, misi, dan tujuan suatu lembaga PAUD; dan perlu ada sosialisasinya. PAUD harus memiliki rencana kerja secara tahunan dan lima tahunan, yang berisi : tujuan, target sararan, kebijakan, program/ kegiatan, dan pembiayaan. PAUD juga harus memiliki organisasi terstruktur, jaringan kemitraan (formal, mutualisme, relevan, berlanjut), administrasi, dan sistem informasi.

§  Sarana prasana di PAUD harus memenuhi syarat aman, bersih, sehat, nyaman, dan indah—yang meliputi sarana pendidikan (sarana bermain di dalam/ luar ruangan, buku, gambar, tape recorder, ruang tidur dan ruang makan bagi TPA), sarana pembelajaran (balok, puzzle, alat main seni, alat main keaksaraan, alat main peran, alat main sensorimotor, alat main berat dan tinggi badan, piranti cuci tangan, bola, dsb), lahan setidaknya seluas 500 m2 atau lebih, gedung (ruang kelas, ruang guru, kantor, gudang, aula, toilet, ruang bermain, halaman), dan prasarana instalasi (listrik/ penerangan lain, air, alat komunikasi, dan internet).

b)    Obyek formal ilmu PAUD yaitu cara pandang dan perspektif peneliti/ pengkaji dalam mengkaji obyek-obyek material ilmu PAUD tersebut baik secara ontologi, epistemologi, maupun aksiologi. Maka tentu saja berupa hal abstrak, seperti yang dituliskan oleh penulis dalam makalah ini.

3.     Asumsi Para Ahli tentang Ilmu PAUD

Sebelumnya telah dipastikan bahwa ilmu PAUD dekat prinsipnya dengan bidang psikologi sebagai cabang dari ilmu sosial. Psikologi disebut sama dengan ilmu jiwa oleh Pidarta (2013). Namun, ahli masa kini justru tidak sepakat dan menganggap bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku individu. Pertimbangan mereka adalah bahwa jiwa sukar diamati langsung secara metode ilmiah (menjadi urusan Tuhan selagi kita diberi pengetahuan sedikit tentangnya). Pertimbangan lainnya, mempelajari jiwa berarti hanya mempelajari sebagian dari individu, sehingga studi tersebut menjadi tidak lengkap (Sukmadinata, 2016 : 18).

Morisson (2012 : 3) menyatakan bahwa para ahli bidang PAUD sebaiknya memiliki pengetahuan tentang isi pelajaran, pendidikan, profesional dan kualitas profesional dalam mengajar/ menjalankan program-program agar anak-anak dapat belajar dengan baik. Para ahli yang dimaksud yaitu siapapun yang bekerja dengan, peduli akan, dan mengajar anak usia dini. Artinya bahwa ilmu tentang PAUD perlu dimiliki dalam taraf yang cukup dan terus ditambahkembangkan oleh para ahli atau pendidik selama dia masih terjun dalam bidang PAUD.

Selanjutnya adalah John Comenius (1592-1670) yang menyatakan bahwa pendidikan di usia dini menentukan kesuksesan di sekolah dan dalam hidup. Ada pula John Locke (1632-1704) bersama teori tabula rasa yang menggagas tentang pentingnya pengaruh lingkungan dalam program yang mendorong-mendukung pendidikan anak usia dini dalam mendapat dasar belajar yang baik pada usia dini. Atau, Robert Owen (1771-1858) yang menyatakan bahwa dahsyatnya pendidikan anak usia dini dapat mereformasi masyarakat.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa sebagain besar asumsi ahli mengenai ilmu PAUD adalah pendidikan anak usia dini termasuk dalam cabang ilmu sosial sebagai terapan dari ilmu psikologi; di mana ilmu tersebut harus dimiliki setiap pendidik atau pihak lain yang bertanggungjawab terhadap melayani pendidikan anak usia dini agar prosesnya memberi hasil yang lebih optimal; dan efek jangka panjang dari pendidikan anak usia dini tersebut akan terasa seumur hidup.

4.     Aspek-Aspek dalam Ilmu PAUD

Penulis mengkaji tentang aspek-aspek dalam ilmu PAUD sebagai hal-hal yang perlu dimiliki dan dipahami oleh pendidik PAUD, yaitu :

a)    Pengetahuan tentang Isi Pelajaran

Aspek ini harus dimiliki pendidik sehingga mereka mengerti tentang materi yang akan diberikan pada anak. Pengetahuan ini meliputi perkembangan anak dan ragam disiplin akademik. Pengetahuan tentang perkembangan anak akan membantu dalam menerapkan kegiatan yang sesuai dengan perkembangan anak. Jika dikaitkan dengan akar ilmunya bahwa ilmu PAUD berawal dari psikologi, pengetahuan perkembangan anak memang erat hubungannya dengan psikologi sehingga muncul istilah psikologi perkembangan (Pidarta, 2013 : 196-197). Selain itu, pendidik PAUD juga perlu memahami bidang psikologi lainnya seperti aspek-aspek individu, belajar dan kesiapan belajar, dan aspek-aspek sosial.

Yang kedua adalah disiplin akademik atau bidang pelajaran sebagai dasar proses anak belajar membaca, menulis, matematika dan ilmu pengetahuan alam, dan belajar menjadi kreatif. Bidang pelajaran dalam PAUD yang dimaksud adalah bahasa dan kemampuan baca tulis, kesenian (musik, musik kreatif, tari, drama, seni), matematika, kegiatan fisik dan pendidikan fisik, geografi, sejarah, ekonomi, dan hubungan sosial/ kewarganegaraan. Bidang tersebut dikemukakan oleh Morisson (2012 : 5) dengan area kerja di benua Amerika; sementara di Indonesia sendiri telah dikenal adanya aspek perkembangan anak yang meliputi : nilai agama dan moral, kognitif, bahasa, motorik dan kesehatan fisik (motorik kasar dan motorik halus), sosial emosional, dan seni.

Saran Morisson (2012) agar pendidik PAUD perlu memahami pentingnya setiap bidang pelajaran dalam perkembangan dan belajar anak; memperlihatkan keahlian dan pengetahuan inti untuk menciptakan lingkungan yang mendukung proses belajar di tiap bidang pelajaran; dan memperlihatkan pengetahuan dasar tentang dasar penelitian setiap bidang pelajaran. Penulis tambahkan, para pendidik harus memiliki cukup modal dalam memahami psikologi individu dan bagaimana pendidikan dilaksanakan dengan benar sesuai kebutuhan individu penerimanya.

b)    Pengetahuan tentang Pendidikan

Pengetahuan ini diikuti dengan keterampilan mendidik mencakup konsep, teori, penelitian, dan pendekatan pengajaran yang efektif yang membantu pendidik dalam mengembangkan dan menerapkan kegiatan belajar penuh arti dan mendukung proses belajar bagi semua siswa. Saran dari Morisson (2012 : 5-6) adalah pendidik menggunakan pendekatan yang sesuai perkembangan siswa, yaitu yang pendekatan yang memahami anak, praktik pengajaran yang sesuai dengan perkembangan dan budaya sekitar anak, dan kurikulum yang anti bias.

Di Indonesia sendiri sudah terdapat pendekatan pembelajaran terbaru yang selaras dengan kurikulum pendidikan terbaru yaitu pendekatan saintifik yang idealnya harus menerapkan pembelajaran dengan prinsip: belajar sambil bermain, orientasi kebutuhan/ perkembangan anak, stimulasi terpadu, tematikal, PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan), lingkungan kondusif, dan menggunakan berbagai media. Pendekatan ini berupaya membangun ide dan bebas berekspresi, daya khayal, dan kerativitas sehingga mengembangkan aspek perkembangan sesuai prinsip perkembangan anak. Pendekatan tersebut berpegang pada karakteristik belajar anak, yang : belajar secara bertahap, dengan berbagai cara, khas,  bersama dalam lingkungan sosial, dan belajar melalui bermain. Jurus dalam penerapannya yaitu melalui kegiatan 5M : mengamati indrawi, menanya, mengumpulkan, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan.

 

c)     Pengetahuan Profesional

Pengetahuan jenis ini dinyatakan Morisson (2012 : 9) sebagai berikut : (1) mengerti tentang dan ikut serta dalam praktik etis; (2) ikut serta dalam proses belajar seumur hidup dan perkembangan profesional yang terus menerus; (3) mau bekerjasama dengan rekan guru, orangtua dan keluarga siswa, dan masyarakat; (4) merenungkan cara-cara mengajar (refleksi diri); dan (5) mendukung kepentingan anak, keluarga anak, dan profesi. Penulis setuju dengan pendapat Morisson bahwa jika hal-hal tersebut sudah dikuasai betul oleh para pendidik PAUD, maka akan menunjang pengembangan profesionalisme mereka.

Rifa’i dan Tri Anni (2010 : 3) menganggap pendidik sebagai agen pembelajaran—jabatan profesional pemberi layanan ahli dengan syarat mampu akademik, pedagogis, dan profesional untuk dapat diterima oleh pihak tempat pendidik bertugas (anak/ peserta didik), baik penerima jasa secara langsung atau pihak lain terhadap siapa pendidik bertanggungjawab. Di Indonesia sendiri, sudah diatur dalam Permendikbud No 58 Tahun 2009 dan Permendikbud No 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD. Dinyatakan bahwa pendidik PAUD harus memenuhi kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan. Kualifikasinya yaitu harus memiliki ijazah S1 atau DIV di bidang PAUD atau pendidikan lain yang relevan dengan sistem PAUD. Sedangkan kompetensi utuhnya haruslah meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

5.     Pertumbuhan PAUD di Indonesia

Penulis mengkaji dari pendapat Suyadi & Ulfah (2012) di mana PAUD di Indonesia telah berkembang selama tiga periode. Penjelasannya sebagai berikut :

a)    PAUD Terdahulu

Tentu saja PAUD masa lampau sangat berbeda dengan PAUD saat ini, juga dengan PAUD di masa mendatang. Pertumbuhan PAUD terjadi amat pesat dan membawa perubahan di segala bidang. Kira-kira seperti ini sejarahnya :

§  Sebelum kemerdekaan, keberadaan PAUD di Indonesia yang tidak terlepas dari perkembangan PAUD secara internasional. Pada tahun 1840, Froebel mendirikan Kindergarten di Blankerburg, Jerman yang kemudian diadopsi oleh pemerintah Hindia Belanda dengan mendirikan Frobel School yang diperuntukkan bagi anak mereka (keturunan Belanda, Eropa, bangsawan).

§  Tahun 1919, berdiri Bustanul Athfal pertama di Yogyakarta oleh Persatuan Wanita Aisyiyah dengan kurikulum penanaman nasionalisme dan agama.

§  Tahun 1922, Ki Hajar Dewantara mendidikan Kindertuin atau Taman Lare atau Taman Anak yang akhirnya berkembang menjadi Taman Indria.

§  Pada masa penjajahan Jepang, penyelenggaraan pendidikan tingkat PAUD dilengkapi kelasnya dengan nyanyian-nyanyian Jepang.

§  Era 1945-1965, Yayasan Pendidikan Lanjutan Wanita mendirikan Sekolah Pendidikan Guru TK Nasional di Jakarta sebagai nasionalisme melawan kembalinya Belanda. Melalui UU No 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, TK resmi diakui sebagai bagian sistem pendidikan nasional. Pada tanggal 22 Mei 1950, IGTKI didirikan.

§  Era 1965-1998, pemerintah dan UNICEF bekerjasama dalam penyediaan konsultan dan pendanaan untuk penataran guru dan admistrator pendidikan tingkat TK. Tahun 1970, mulai dijalin kerjasama nyata antara pemerintah dengan GOPTKI, IGTKI, dan PGRI. Terbit PP No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah mempertegas pendidikan prasekolah di Indonesia.

§  Periode 1998-2003 ditandai dengan otonomi pendidikan dan berpengaruh terhadap tata kelola penanganan PAUD di pusat maupun daerah. Pada tahun 2001 dibentuk Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) yang mengemban mandat melakukan pembinaan satuan PAUD nonformal.

§  Era 2003-2009, terbit UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di mana pertama kalinya PAUD diatur khusus pada pasal 1 butir 14, pasal 28, dan pasal lainnya. Pada tahun 2005 berdiri HIMPAUDI yang menggerakkan potensi tenaga kependidikan PAUD di seluruh Indonesia.

§  Periode 2010 sampai sekarang ditandai dengan kebijakan penggabungan pembinaan PAUD formal dan nonformal di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal, dan Informal (PAUDNI).

Selama perjalanannya, di Indonesia telah terjadi kristalisasi bentuk satuan PAUD yang meliputi Taman Kanak-Kanak (TK) (termasuk Taman Kanak-Kanak Bustanul Athfal/ TK BA), Roudhotul Athfal (RA), Kelompok Bermain, Taman Penitipan/ Pengasuhan Anak, SPS (Satuan PAUD Sejenis), serta PAUD yang Berbasis Keluarga dan/ atau PAUD yang Berbasis Lingkungan.

b)    PAUD Masa Kini

Suyadi & Ulfah (2012) menyatakan beberapa kondisi PAUD di Indonesia saat ini dengan lima gejala barunya, yaitu sebagai berikut :

§  Tumbuhnya kesadaran orangtua akan pentingnya masa golden ages anak sehingga mereka berinisiatif melibatkan anak mereka di lembaga PAUD. Kesadaran ini didukung oleh politik kebijakan pendidikan yang memihak pengembangan PAUD secara lebih besar sehingga kesadaran masyarakat terakomodasi. Sekadar contoh, pada tahun 2012-2013, Kemendikbud mencanangkan tambahan lembaga PAUD sebanyak 14.000 unit. 

§  PAUD sekarang jauh lebih akademis daripada PAUD sepuluh tahun yang lalu, di mana permainan tradisional (dolanan—yang sangat diagungkan oleh pendidikan anak rancangan Ki Hajar Dewantara) kini justru makin ditinggalkan. Kenyataannya, anak masa kini lebih gemar pada permainan modern berbasis teknologi informasi, terlebih lagi permainan digital.

§  PAUD sekarang lebih berorientasi pada pengembangan sains anak dan matematika, daripada sosial anak. Buktinya, PAUD mengaja anak dalam kegiatan membaca, menulis, dan berhitung.

§  Semakin banyak lembaga PAUD yang menyediakan layanan sehari penuh atau full days school karena tuntutan masyarakat, khususnya wanita karir.

§  Program PAUD sekarang jauh lebih menantang mental dan pikiran anak daripada program PAUD masa lampau. Bahkan, beberapa lembaga mulai memberikan Pekerjaan Rumah (PR) kepada anak-anak dengan maksud agar orangtuanya berpartisipasi aktif mendidik anaknya di rumah.

c)     PAUD Masa Depan

PAUD jenis ini memiliki arah baru yang akademis, namun justru kurang pantas bagi anak (Suyadi & Ulfah, 2012). Penjelasannya sebagai berikut :

§  Akademis vs humanis; lembaga PAUD saat ini dan yang akan datang akan mengalami kebingungan antara memenuhi kebutuhan perkembangan anak secara sosial atau kebutuhan akademis. Hal ini dicirikan dengan kegiatan pembelajaran sains dan matematika awal, termasuk penekanan calistung.

§  PAUD ke depan akan semakin inklusif; meski masih kekurangan fasilitas edukasi bagi ABK-nya. Hal ini ditopang UU Pendidikan yang memastikan agar PAUD tidak menolak ABK. Meski realitanya, lembaga PAUD belum siap menghadapi keinklusifan anak didik hingga berakibat pada ABK yang termarginalkan di lembagai PAUD dan selalu kalah dari anak normal.

§  Beragamnya PAUD akademis; karena tuntutan masyarakat dan orangtua yang ingin agar anaknya memiliki kemampuan calistung lebih awal. Inilah yang menjadi salah satu penyebab bosan belajar di Perguruan Tinggi.

§  Dukungan menyeluruh; dengan terbentuknya kerjasama antara lembaga PAUD dengan organisasi profesional, klinik perkembangan, ahli gizi, ahli psikologi anak, dan lain sebagainya. Akibatnya, program PAUD menjadi semakin kompleks dalam memberikan pelayanan terhadap anak.

§  Meningkatnya minat orangtua (khususnya mereka yang berkarir) untuk memasukkan anak mereka ke lembaga PAUD full days school atau tempat pengasuhan anak sehari penuh tak peduli berapapun ongkosnya.

Setelah mengkaji pertumbuhan PAUD di Indonesia sejak awal berdirinya, menuju PAUD masa kini atau yang akan datang, maka dapat diambil kesimpulan bahwa PAUD di Indonesia telah mengalami beberapa kali pengembangan; baik dari segi pendirian, dasar hukum, program, maupun respon masyarakat terhadap kehadirannya. Untuk itu dapat disarikan seperti berikut :

§  Kemunculan PAUD di Indonesia berdasarkan riset luar negeri yang sudah lebih dulu mencanangkan pendidikan untuk anak usia dini.

§  PAUD menjadi semakin merata bagi semua anak di Indonesia seiring dengan pergantian siapa pendiri dan hukum yang sedang berlaku.

§  Pemerintah semakin memperhatikan kedudukan anak, sehingga terbit undang-undang yang secara khusus mengatur penyelenggaraan PAUD untuk anak.

§  Masyarakat semakin sadar akan pentingnya masa emas anak, beranggap pula bahwa pendidikan untuk anak juga penting yaitu melalui lembaga PAUD.

§  Program PAUD selalu berganti mengikuti perkembangan zaman, dan selalu berusaha menyesuaikan dengan tuntutan masyarakat Indonesia.

Dengan memahami pertumbuhan PAUD di negara sendiri, para pendidik PAUD yang bijaksana diharapkan dapat memilih mana prinsip yang perlu untuk terus diterapkan dalam layanannya sekaligus menyingkirkan prinsip yang mubah. Pendidik PAUD juga harus waspada jika program PAUD masa kini ikut terbawa oleh perkembangan zaman guna menyesuaikan tuntutan masyarakat. Misalnya datangnya era globalisasi yang ditandai dengan majunya teknologi dan peradaban/ kebudayaan. pendidik PAUD perlu hati-hati agar etika bangsa tetap terjaga.

Setelah mengalami empat kali revolusi, penyelenggaraan layanan PAUD kini tidak hanya melibatkan pendidik saja. Para pendidik PAUD masa kini juga mampu menggunakan berbagai sumber untuk menunjang proses belajar, diikuti pula oleh pengembangan dan pengelolaan sumber tersebut agar memaksimalkan proses belajar bagi anak usia dini sebagai peserta didik.

 

B.   LANDASAN EPISTEMOLOGI DALAM ILMU PAUD

Suriasumantri (2003 : 105) menyatakan bahwa persoalan utama yang dihadapi oleh tiap epistemologi pengetahuan adalah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan mempertimbangkan aspek ontologi dan aksiologi. Bagian ini akan membahas tentang metode dalam mencari kebenaran tentang ilmu PAUD. Pada dasarnya, kebenaran suatu ilmu dapat dicari melalui cara-cara yang sama dengan aliran rasionalisme, empirisme, realisme, dan kritisisme; yang sebenarnya menjadi pendekatan dalam menanggapi permasalahan keilmuan. 

1.     Kebenaran Ilmu PAUD secara Rasionalisme

Cara rasionalisme menganggap bahwa semua pengetahuan berasal dari akal dalam mencari informasi melalui indera, kemudian dicerna menjadi sebuah ilmu pengetahuan. Suatu pengetahuan harus bersifat dan memiliki ciri ilmiah, yaitu harus logis, sistematis, obyektif, dan dapat dipertanggungjawabkan. Ilmu PAUD memenuhi ciri rasionalisme karena ilmunya bersifat logis dan sistematis. Ilmu PAUD lahir tidak tiba-tiba begitu saja, namun berakar dari ilmu sosial atau cabang dari psikologi. Jika ilmu sosial dan bidang psikologi saja sudah logis dan sistematis, maka ilmu PAUD sebagai cabangnya ikut memiliki prinsip tersebut.

Ciri logis terlihat dari obyek material dalam ilmu PAUD (baik konkret maupun abstrak) yang dapat diterima oleh logika manusia dan dapat dipikirkan, bahkan dikembangkan. Ciri sistematis yaitu ilmu PAUD telah menjalani proses yang urut dalam perkembangannya hingga saat ini. Teori-teori ke-PAUD-an sejak dulu hingga kini terus berkembang dan melengkapi kekurangan masing-masing. Sebagai contoh, teori perkembangan kognitif Vygotsky muncul setelah teori milik Piaget sebagai kritik evaluasi dan pengembangan teori kognitif yang lebih baik. Jalannya layanan pendidikan PAUD juga telah berevolusi sebanyak empat kali, sejak yang awalnya hanya terlayani dengan sumber guru, kemudian dibantu oleh sumber buku, kemudian kini terlayani dengan menggunakan multisumber.

Ilmu PAUD juga tidak berat sebelah dan dapat dipertanggungjawabkan. Ilmu PAUD tidak melulu membahas tentang anak usia dini saja, namun mengkaji pula tentang siapa-siapa yang berada di sekitar anak (orangtua, saudara, keluarga, pendidik/ guru, masyarakat, bahkan budaya dan dunia). Buktinya, melalui ilmu PAUD lantas lahir pengetahuan lain mengenai bagaimana kompetensi pendidik yang profesional, bagaimana pengasuhan orangtua yang demokratis, bagaimana pendidikan karakter dan budaya bangsa, dan lain sebaigainya.

Sifat dapat dipertanggungjawabkan berkaitan dengan sifat logis dari ilmu PAUD. Karena sifat logisnya itu, ilmu PAUD pantas untuk diuji melalui berbagai penelitian. Hingga kini sudah ribuan kali penelitian di bidang PAUD yang telah dilakukan oleh para peniti yang benar-benar ahli maupun yang masih amatir.

2.     Kebenaran Ilmu PAUD secara Empirisme

Cara ini mengindikasikan kebenaran pengetahuan jika hal tersebut telah dialami sendiri dan menjadi pengalaman. Namun masih boleh dinyatakan benar meski belum mengalaminya, dengan syarat buktinya ada di lapangan. Ilmu PAUD adalah benar secara empirisme, alasannya karena buktinya sudah ada di lapangan yaitu berupa obyek ilmu PAUD baik yang material maupun yang formal.

3.     Kebenaran Ilmu PAUD secara Realisme

Cara ini berdasarkan atas pemikiran terhadap fakta yang realistis (nyata) dan faktual (berdasarkan fakta sebenarnya). Pada dasarnya ilmu PAUD berpegang pada prinsip ini. Gambarannya, sebelum menciptakan gagasan menjadi teori, para ahli terlebih dulu mengadakan penelitian yang mungkin tidak hanya satu atau dua kali menggunakan metode yang ilmiah. Sebagai contoh, Montessori yang bekerja sebagai asisten di Klinik Psikiatri Universitas Roma mengamati anak-anak yang memainkan potongan roti di lantai (Formen, 2009 : 46), lantas tergugah dirinya untuk menciptakan mainan bagi anak-anak tersebut dalam sebuah ruangan khusus. Perlu beberapa tahun sebelum Montessori akhirnya mampu mendirikan Casa dei Bambini (Rumah Anak); sebab dia lebih dulu terjun melayani anak-anak dengan kelainan dan keterbelakangan mental dan berlanjut mengurus bidang pendidikan anak di kawasan slum yang kumuh di distrik San Lorenzo. Di dua tempat itulah, Montessori mengembangkan pemikirannya dalam menentukan metode yang tepat untuk membelajarkan anak dalam lingkungan bermain yang menyenangkan.

4.     Kebenaran Ilmu PAUD secara Kritisisme

Ciri ini menyatakan bahwa pengetahuan itu benar apabila logika, rasa, dan empati manusia yang mengkajinya merasa setuju itu benar. Di awal sudah dibahas bahwa secara logika ilmu PAUD sudah benar, karena pengetahuan tentang PAUD diperoleh melalui cara-cara yang ilmiah atau melalui proses penelitian yang dapat diterima nalar. Ilmu PAUD merupakan cabang ilmu sosial sekaligus terapan dari ilmu pendidikan dengan unsur psikologi, sosiologi, dan antropologi di dalamnya. Tiga unsur tersebut mempelajari tentang individu dalam hal tahap perkembangan dan karakteristiknya, tentang organisasi individu di lingkungan sosial, dan tentang individu dalam perspektif waktu dan tempat. Sementara itu aspek rasa dan empati berada dalam mental manusia yang dapat pula dipelajari melalui ilmu psikologi. Maka dari itu, ketiga logika-rasa-empati telah menempati posisi dalam psikologi termasuk cabangnya yaitu dalam ilmu PAUD.

 

C.   LANDASAN AKSIOLOGI DALAM ILMU PAUD

Bagian ini akan membahas nilai (manfaat) ilmu PAUD bagi beberapa pihak yang terlibat. Obyek material utama dari ilmu PAUD atau ilmu Pendidikan Anak Usia Dini adalah anak usia dini sehingga sebagian besar nilai-nilai ilmu PAUD akan tertuju pada anak usia dini (Morisson, 2012). Ilmu PAUD yang di dalamnya berisi pengetahuan tentang perkembangan anak, yaitu mengkaji bagaimana anak sering berubah selama masa usia dini. Pengetahuan tersebut penting demi praktik memberikan layanan PAUD terhadap anak sebab beberapa alasan berikut :

§  Memudahkan dalam menjelaskan pada orang lain (keluarga, orangtua) tentang bagaimana anak usia dini berkembang dan belajar (komunikasi).

§  Memudahkan dalam menilai pembelajaran dan merencanakan pembelajaran selanjutnya, sebab pengetahuan tersebut mampu menjelaskan perilaku dan mengidentifikasi apa yang dapat dikerjakan anak di usia tertentu (evaluasi).

§  Membantu pemahaman soal bagaimana, mengapa, di mana, dan kapan proses belajar anak terjadi; mengarahkan dalam pengembangan program untuk anak yang mendukung dan meningkatkan proses belajar tersebut (bimbingan).

Alasan tersebut dinyatakan oleh Morisson (2012 : 60-61), yang kemudian juga menjelaskan tentang nilai-nilai ilmu PAUD bagi pihak yang berkaitan.

1.     Mengajari Anak Belajar

Nilai ini akan tercapai apabila pendidik PAUD menyediakan kurikulum dan instruksi pengajaran berkualitas dalam pembelajaran yang tepat berguna bagi anak; juga sesuai dengan standar. Pendidik juga perlu mempraktikkan pengajaran yang membantu anak supaya meraih prestasi tertinggi yaitu tumbuh berkembang hingga optimal. Pendidik PAUD yang paham setiap disiplin akademik—meliputi konsep dasar, struktur, dan sarana penelitiannya—selanjutnya dapat menyediakan sumber belajar yang memperdalam pemahaman anak. Yang ketiga, pendidik perlu bersifat kreatif inovatif dalam menggunakan pengetahuan dan sumber lain untuk merancang, menerapkan, dan menilai kurikulum menjadi lebih bermakna dan menantang; sehingga dapat meningkatkan output pembelajaran dan perkembangan yang lebih komprehensif bagi semua anak (Morisson, 2012 : 129).

2.     Mengamati dan Menilai Anak

Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membimbing dan mengajar anak (Morisson, 2012 : 157). Pendidik PAUD sebaiknya menilai anak dengan ukuran sesuai yang autentik untuk memandu pengajaran. Sebelum melakukan penilaian, pendidik lebih dulu memahami tentang tujuan, manfaat, dan cara menggunakan penilaian. Pendidik PAUD dapat menggunakan observasi sistematis, dokumentasi, dan strategi penilaian lain dengan penuh tanggung jawab. Boleh pula bekerjasama dengan pihak lain untuk secara positif mempengaruhi perkembangan belajar anak.

3.     Mendampingi Masa-Masa Penting Bayi dan Balita

Pendidik PAUD sebaiknya mempraktikkan pembelajaran bayi dan balita yang sesuai dengan perkembangan (Morisson, 2012 : 183). Pendidik lebih dulu harus paham tahapan tumbuh kembang anak usia dini. Pengetahuan dasar tersebut dapat berguna di saat menerapkan praktik asuhan yang sesuai perkembangan anak sehingga terjadi peningkatan perkembangan fisik, kognisi, sosial dan emosi pada capaian potensi yang tertinggi. Pendidik juga harus memahami tentang karakter dan kebutuhan anak, dan tentang berbagai pengaruh interaksi pada perkembangan belajar anak untuk selanjutnya mampu menciptakan lingkungan yang sehat, saling menghargai, mendukung, sekaligus menantang bagi semua anak.

4.     Mempersiapkan Anak Prasekolah

Persiapan yang dimaksud yaitu bersiap untuk pergi belajar di sekolah dan kehidupan (Morisson, 2012 : 217). Pendidik PAUD harus memahami lebih dulu tentang tahap tumbuh kembang anak sebagai dasar mempraktikkan asuhan untuk memacu perkembangan fisik, kognisi, sosial, dan emosi pada capaian tertinggi. Pendidik dapat menggunakan berbagai pendekatan, strategi, dan sarana efektif untuk mempengaruhi secara positif perkembangan belajar anak. Pendidik perlu paham setiap bidang pelajaran (meliputi konsep dasar, struktur, alat penelitian) dan mengidentifikasi sumber daya untuk meningkatkan pemahaman anak.

5.     Memenuhi Kebutuhan Perkembangan dan Akademis

Inilah tujuan utama Taman Kanak-Kanak (TK) masa kini (Morisson, 2012 : 251) dan akan terwujud apabila pendidiknya sanggup mempraktikkan pengajaran yang sesuai dengan perkembangan anak. Maka pastinya pendidik PAUD harus memahami tahap tumbuh kembang anak sebagai dasar mengasuh perkembangan fisik, kognisi, sosial, dan emosi anak menuju targetnya. Pendidik juga perlu tahu tentang sifat dan kebutuhan anak, dan tentang berbagai pengaruh interaksi pada perkembangan belajar anak demi mencipta lingkungan belajar sehat yang saling menghargai, dan mendukung anak. Pendidik perlu menggunakan pengetahuan dan sumber lain untuk merancang, menerapkan, dan menilai kurikulum menjadi lebih bermakna dan menantang untuk meningkatkan hasil positif pembelajaran anak.

6.     Memastikan Semua Anak dapat Belajar

Maksud Morisson adalah mendidik pula anak dengan kebutuhan khusus dan anak dari berbagai latar belakang (2012 : 315). Pendidik PAUD harus setuju dengan penuh hormat dan penghargaan bahwa semua anak ialah individu dengan kekuatan dan tantangan unik. Pendidik kemudian menyatukan perbedaan tersebut, berusaha memenuhi kebutuhan khusus anak-anak, dan mendorong toleransi serta kebersamaan di dalam kelas inklusi. Kemudian dengan menggunakan pemahaman tentang karakteristik dan kebutuhan anak, serta pengaruh interaksi ganda terhadap perkembangan belajar anak; pendidik mampu menciptakan lingkungan sehat yang saling menghargai, mendukung, dan menantang bagi anak. Pendidik dapat pula menggabungkan pemahaman dan hubungannya dengan anak dan keluarga anak; pemahaman tentang pendekatan pembelajaran; dan pengetahuan tentang bidang akademik untuk merancang, menerapkan, dan menilai pengalaman yang mampu mendorong perkembangan dan pembelajara positif bagi anak. Terakhir, dengan menggunakan pengetahuan diri dan sumber lain untuk merancang, menjalankan, dan menilai kurikulum yang menantang untuk mendorong hasil perkembangan dan pembelajaran komprehensif bagi semua anak.

7.     Membantu Membimbing Anak agar Berperilaku Baik

Nilai tersebut tercapai apabila pendidik PAUD telah paham tentang prinsip dan perkembangan perilaku (Morisson, 2012 : 343). Pendidik juga menggunakan hubungan positif dan interaksi suportif dalam membimbing anak untuk tenang, hormat, kooperatif, dan memiliki kendali terhadap perilaku mereka. Selanjutnya, pendidik boleh menggunakan aturan luas tentang pendekatan efektif, strategi, dan alat untuk memberikan pengaruh positif pada perkembangan belajar anak.

8.     Mencapai Keberhasilan Belajar terhadap Semua Anak

Intinya yaitu membentuk kemitraan melalui kolaborasi bersama orangtua/ keluarga dan masyarakat (Morisson, 2012 : 371). Pendidik PAUD harus sadar tentang penting dan kompleksnya karakteristik keluarga dan masyarakat di sekitar anak. Pendidik dapat bertindak sebagai penasihat atas nama anak dan keluarga; sehingga mampu memperlakukan orangtua dengan pantas dan hormat. Pendidik melibatkan orangtua/ keluarga, dan anggota masyarakat dalam programnya; boleh pula mendorong dan membantu mereka untuk menjadi pengasuh dan guru utama bagi anak; yaitu melibatkan keluarga dan masyarakat dalam banyak aspek tumbuh kembang anak. Yang tidak kalah penting, pendidik harus menciptakan hubungan penuh hormat dan timbal balik yang mendukung dan memberdayakan keluarga.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

BAN PAUD & PNF. Rubrik Penilaian Akreditasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jakarta : Ditjen Dikdasmen Kemendikbud. Diakses dari www.banpnf.or.id

Data PDSP. (2017). APK dan APM PAUD, SD, SMP, dan SM Tahun 2016/2017. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Dirjen PAUDNI. (2011). Kerangka Besar Pembangunan PAUD Indonesia 2011-2025. Jakarta : Kementerian Pendidikan Nasional

Dirjen PAUDNI. Pedoman Pembelajaran Anak Usia Dini dengan Pendekatan Saintifik. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Formen, Ali. (2009). Buku Ajar Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini. Semarang : Universitas Negeri Semarang

Morisson, George. S,. (2012). Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (Edisi Bahasa Indonesia). Jakarta : PT INDEKS

Permendikbud RI Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar PAUD

Permendikbud RI Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD

Pidarta, Made. (2013). Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta

Rifa’i, Achmad dan Catharina Tri Anni. (2010). Psikologi Pendidikan. Semarang : Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3 Unnes

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2016). Landasan Pskologi Proses Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Suriasumantri, Jujun. S,. (2003). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Suyadi & Ulfah. (2012). Konsep Dasar PAUD. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DANA PENDIDIKAN 20% DARI APBN & ABPD? BENARKAH?

AUD YANG BERETIKA DI ERA KEMAJUAN PERADABAN