INTERNET, ANAK, DAN REMAJA

ANALISIS ARTIKEL INTERNASIONAL TENTANG INTERNET

Dianalisis oleh Yefie Virgiana (virgiana15shy@gmail.com)


Livingstone, Sonia. (2011). Internet, Children and Youth. In M. Consalvo and C. Ess (Eds.), The Handbook of Internet Studies (348-368). Oxford : Blackwell.


a.     Judul à Internet, Children and Youth (Internet, Anak, dan Remaja) oleh Sonia Livingstone dan terbit pada tahun 2011.


b.     Latar belakang à pada bagian pendahuluan (introduction), Livingstone menyatakan bahwa anak dan remaja biasanya menjadi pengguna paling dini dan paling antusias dalam hal menggunakan informasi dan teknologi komunikasi, dan piranti rumah tangga di mana anak membawa hal tersebut menuju proses difusi. Alasannya yaitu : seringkali dinyatakan bahwa anak lebih fleksibel sebagai pengguna yang lebih kreatif dibandingkan orang dewasa, memiliki rutinitas/ kebiasaan lebih sedikit dan berorientasi pada inovasi juga perubahan. Sedangkan remaja membuat transisi dari keluarga menuju budaya teman sebaya lebih luas, mereka menemukan bahwa media menawarkan sumber kunci untuk membangun identitas diri dan untuk menghubungkan hubungan sosial. Hal tersebut menjadi populer dalam istilah anak-anak cyber (cyberkids) (Facer & Furlong, 2001) atau generasi digital (digital generation) (Buckingham, 2006; Tapscott, 1997).

Selanjutnya juga dijabarkan tentang bagaimana aktivitas online oleh anak dan remaja berusia 9 s.d 19 tahun di Amerika Serikat untuk mengeksplor, menciptakan sesuatu, belajar/ mencari sumber belajar, berbagi, jaringan, bahkan menumbangkan (orang/ sesuatu) (Livingstone & Bober, 2005).


c.     Landasan teori à Penelitian Livingstone tentang anak dan remaja dalam penggunaan internet dilandasi teori tentang konsepsi anak usia dini. Satu sisi menyatakan bahwa anak dipandang mudah diserang, menjalani proses perkembangan kognitif dan sosial yang penting namun mengkhawatirkan sebab internet dapat mengenalkan risiko buruknya terhadap perkembangan kondisi sosial. Di sisi lain, anak adalah agen kompeten dan kreatif yang memiliki kemampuan “memahami media” sehingga terkadang diremehkan orang dewasa di sekitarnya, sebagai konsekuensi bahwa masyarakat gagal menyediakan lingkungan yang memadai. Pandangan yang saling bertolak belakang tersebut rupanya berasal dari pemikiran Piaget dan Vygotsky.

Livingstone juga melandasi penelitiannya dengan beberapa teori berikut :

-       Perkembangan kognitif individual anak dalam “usia dan tahapan” melalui eksplorasi aktif dan penuh rasa ingin tahu kepada lingkungan, termasuk lingkungan media (Dorr, 1986; Valkenburg, 2004).

-       Pentingnya memediasi hubungan sosial, termasuk menyediakan social scaffolding (penguatan sosial) selama pembelajaran (Vygotsky, 1934/ 1986) (Erstad & Wertsch, 2008; Kerawalla & Crook, 2002).

-       Dalam penelitian dekade ini tentang interseksi antara remaja dengan teknologi muda (internet), munculnya sinergi rapi antara pendekatan yang mengklasifikasikan usia (seperti teori perkembangan anak) dan pada teknologi (teori difusi dari teknologi) (Livingstone, 2003).

-       Pemikiran lain dari : Qvortrup (1994); Rogers (1995); Corsaro (1997); James, Jenks, & Prout (1998); Livingstone (2002); Van Rompaey, Roe, & Struys (2002); Bakardjieva (2005); dan Silverstone (2006).


d.     Metode penelitian à artikel Livingstone menyajikan beberapa temuan para peneliti (tim peneliti), sehingga metode penelitiannya juga beragam.

-       Data penelitian Harden (2000) tentang penanggulangan risiko cemas diri akibat diskusi publik secara online bagi individual anak, remaja, dan orangtua mereka diperoleh melalui observasi/ pengamatan.

-       Proyek nasional SAFT tahun 2003 secara survei di Norwegia, Swedia, Irlandia, Denmark dan Islandia menemukan bahwa seperempat hingga sepertiga pengguna internet di usia 9-16 tahun secara kebetulan pernah melihat konten online kasar, aksi pelanggaran, seksual atau pornografi.

-       Penelitian Levine & Lopez (2004) di Amerika dilakukan dengan cara melakukan survei terhadap individu berusia 15-25 tahun, tentang internet yang justru menjadi kurang efektif dalam membahagiakan kaum muda dibanding rutinitas tradisional.

-       Data penelitian Livingstone dan Bober (2005) tentang aktivitas online anak usia 9-19 tahun di AS diambil dengan teknik wawancara.

-       Vasudevan (2006) meneliti praktik identitas online dari remaja laki-laki blasteran Afrika Amerika dengan cara observasi/ pengamatan.

-       Teknik survei juga dilakukan oleh Wolak, Mitchell, & Finkelhor di AS (2006) terhadap 1500 individu berusia 10-17 tahun dengan temuan bahwa, dibandingkan survei sebelumnya di tahun 2000, paparan online terhadap materi seksual telah meningkat (34% bagi 25% pengguna internet muda); kekerasan online (9% dari 6%); 4% disuruh untuk menampilkan foto telanjang mereka; dan proporsi bagi yang merasa stress akibat pengalaman tersebut sebanyak 9% dari 6%.

-       Di Polandia, teknik survei juga dilakukan dengan temuan bahwa 2 dari 3 pengguna internet menjalin pertemanan online dan mau memberikan information pribadinya; hampir 1 dari 2 pergi saling bertemu dengan seseorang yang dikenal online, dan separuh dari mereka pergi seorang diri; 1 dari 4 dinyatakan berperilaku ‘mencurigakan’ (CANEE, 2006).

-       Kearney (2007) melakukan observasi/ pengamatan untuk meneliti remaja perempuan yang tidak membutuhkan ruang pribadi; melainkan mengakses beberapa situs untuk menciptakan publik yang baru yang dapat melayani kebutuhan, ketertarikan, dan target mereka.


e.     Hasil penelitian à artikel Livingstone menyajikan beberapa temuan para peneliti (tim peneliti), dengan beberapa topik sebagai berikut :

-       Explorations of the self, membahas tentang internet yang dimanfaatkan anak dan remaja untuk eksplorasi diri. Dinyatakan bahwa anak dan remaja memiliki pengalaman akan internet sebagai tempat baru untuk eksplorasi sosial dan ekspresi diri (Holloway & Valentine, 2003). Ada pula tentang tiga alasan kenapa remaja dapat dianggap sebagai pelopor budaya dalam hal penggunakan mereka terhadap teknologi media baru dengan memusatkan pada inovasi (penemuan hal-hal baru), interaksi, dan integrasi (penyatuan) Drotner (2000). Sementara itu Boyd (2008) berpendapat bahwa jaringan sosial biasanya memiliki ciri : ketekunan, mampu menyelidiki, dapat menirukan, dan pemirsa tak terlihat.

-       Learning – traditional and alternative, membahas internet yang dapat menunjang pembelajaran, bahkan menjadi pusat dalam pembelajaran. Sebuat laporan terbaru bagi kongres di AS menemukan bahwa hasil tes di kelas yang menggunakan software membaca dan matematika untuk satu tahun ajaran sedikit berbeda dengan kelas yang memakai metode pengajaran tradisional  (Dynarski, dkk., 2007). Thiessen dan Looker (2007) menemukan bahwa penggunaan ICT di pembelajaran berkaitan dengan kenaikan capaian skor membaca. Lei dan Zhao (2007) sepakat dengan kenaikan hasil belajar anak SMP di Amerika (usia pupil 12-13 tahun) pada pelajaran yang berkaitan dengan penggunaan teknologi.

-       Opportunitie to participate, membahas partisipasi publik dalam politik atau dimensi hubungan media dengan institusi politik dan lingkungan publik. Pusat Media Pendidikan AS mencatat limpahan aktivitas sipil dan politik oleh dan untuk kaum muda, kebanyakan oleh penggunaan internet untuk ‘mengundang kaum muda untuk ikut serta dalam isu-isu luas, termasuk pengambilan suara, aksi sukarela, rasisme dan toleransi, aktivitas sosial, dan yang terbaru adalah aksi bela negara, terorisme dan konflik militer’ (Montgomery, Gottlieb-Robles, & Larson, 2004).

-       Risky encounters, membahas temuan dalam risiko online atau tentang kepanikan moral yang dikuatkan oleh media populer media seperti aksi paedofil, pembulian-cyber dan perjanjian bunuh diri online. Di Eropa, 18% orangtua/ karir merasa yakin bahwa anak-anak mereka pernah mengakses konten illegal/ bahaya dari internet (Eurobarometer, 2006). Survei nasional di Norwegia, Swedia, Irlandia, Denmark dan Islandia menemukan bahwa seperempat hingga sepertiga pengguna internet di usia 9-16 tahun secara kebetulan pernah melihat konten online kasar, aksi pelanggaran, seksual atau pornografi (SAFT, 2003).


f.      Simpulan à anak, remaja dan keluarga mereka cenderung berada di baris terdepan dalam adopsi media baru. Mereka mendapatkan kebermanfaatan dari pengambilan peluang baru yang disediakan oleh internet, meskipun ada ketidaksamaan dalam hal pengaksesan, penggunaan, dan kemampuan dari setiap penggunanya. Tetapi, risiko bahaya bagi keselamatan anak dan perkembangan sosial mereka terus meningkat dalam hal akademik, publik, dan atensi kebijakan. Anak dan remaja sering berada di barisan terdepan, mengeksplor aktivitas baru, utamanya jaringan teman sebaya, mendahului kewaspadaan orang dewasa dan intervensi regulatori, dan mungkin terlalu sering menghadapi pengalaman negatif yang tidak diantisipasi, yang dapat menjadi tantangan bagi kapasitas mereka untuk menanggulangi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DANA PENDIDIKAN 20% DARI APBN & ABPD? BENARKAH?

AUD YANG BERETIKA DI ERA KEMAJUAN PERADABAN