BERMAIN FUNGSIONAL PADA ANAK AUTIS
ANALISIS ARTIKEL INTERNASIONAL TENTANG AUD & BERMAIN
Dianalisis oleh Yefie Virgiana (virgiana15shy@gmail.com)
de Matos, D. C., de Matos, P. G. S., de Araújo, C. X., Ribeiro, C.
G., & de Melo, E. R. M. S. F. (2018). The Establishment of Functional Play
Behaviors in Children with Autism: Implications for School Inclusion. Creative
Education, 9, 1910-1930. https://doi.org/10.4236/ce.2018.913140
1. Judul
The Establishment of Functional Play
Behaviors in Children with Autism: Implications for School Inclusion atau Pembentukan Bermain Fungsional Perilaku pada Anak-Anak dengan Autisme:
Implikasi bagi Inklusi Sekolah oleh Daniel Carvalho de Matos Pollianna Galvão
Soares de Matos, Creuziana Xavier de Araújo, Camila Gonçalves Ribeiro, dan Eliane
Ribeiro Magalhães de Sousa Fortes de Melo (Oct. 18, 2018).
2. Latar belakang
Tim de Matos meyakini bahwa penelitian
tentang metodologi berbasis bukti dapat memperluas keterampilan anak-anak
dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) atau
autisme. Di antara berbagai keterampilan individu, berbagai literatur
menekankan pentingnya permainan fungsional bagi anak. Bagi anak dengan ASD, keterampilan bermain tersebut
justru terganggu dan perlu perawatan khusus untuk mengatasinya dengan desain
prosedur individual. Prinsip psikologi pendidikan juga diperlukan dalam hal konsultasi
tersebut, misalnya sekolah dengan praktik inklusi bagi anak-anak dengan ASD menuju rutinitas dan hubungan teman
sebaya. Perawatan khusus dari profesional yang memberi konsultasi/ intervensi
individual dapat membantu anak ASD
secara terstruktur dalam hal membangun keterampilan bermain fungsional dan menggeneralisasikan
untuk digunakan anak-anak tersebut saat berada di lingkungan baru, seperti
kelas, rumah dan konteks alam lainnya.
3. Tujuan penelitian
Untuk menilai
keampuhan dari intervensi terstruktur dengan aktivitas bermain fungsional anak
dengan ASD atau yang diduga mengalami
gangguan tersebut.
4. Landasan teori
§ Kebijakan pendidikan di Brasil yang penuh kontroversi namun memberi
advokasi luas pada pemerataan pendidikan formal di semua jenjang dalam bentuk
praktik di sekolah; berupa : Hukum Pedoman dan Landasan Pendidikan Nasional
(1996), Kebijakan Nasional tentang Pendidikan Khusus dalam Perspektif Inklusi
Sekolah (2008) dan, Kebijakan Nasional untuk Perlindungan Hak-Hak Orang dengan ASD (2012) dan Rencana Nasional untuk
Hak-Hak bagi Orang dengan Keterbatasan (2015).
§ Gomes & Souza (2011) bahwa psikolog sekolah diminta agar
mendukung individu dengan gangguan spektrum autisme dalam pendidikan umum dan
pengaturan khusus,
terutama dalam mendukung kinerja guru. Mereka tentu diperlukan untuk memberikan
layanan pada siswa, orangtua dan pendidik. Dilanjutkan pernyataan Otero, Fina,
Barker, & Skues (2017) bahwa untuk alasan tersebut, penting bagi psikolog
sekolah untuk memiliki pemahaman yang baik tentang autisme dan pendekatan
berbasis bukti bekerja dengan siswa atipikal dalam proses inklusi sekolah.
§ Konsep inklusi di Brasil berbentuk praktik pendidikan yang
melibatkan perhatian dan rasa hormat pribadi kepada karakteristik individu
(Dazzani, 2010; Galvão & Beckman, 2016; Gomes & Souza, 2011; Lemos,
Salomão, Braz-Aquino, & Agripino-Ramos, 2016; Martins & Monteiro,
2017).
§ Sanini, Sifuentes dan Bosa (2013) menekankan perlunya mengidentifikasi
faktor-faktor yang menguntungkan interaksi anak dengan ASD dan anak-anak lain di sekolah, bahkan meskipun tidak semua
peneliti dari bidang psikologi perkembangan setuju pada jenis aktivitas bermain
tertentu yang paling efektif dalam mempromosikan interaksi tersebut.
§ Studi dari Akers, Higbee, Pollard, Pellegrino & Gerencser
(2016); Kasari, Chang dan Patterson (2013); Martins (2009); Martins dan
Monteiro (2017); Passerino dan Santarosa (2007); Phillips dan Vollmer (2012); Orrú
(2006); Wong dan Kasari (2012); menyelidiki tema interaksi/ hubungan sosial
anak-anak dengan ASD yang didirikan
dengan aktivitas bermain.
§ Pernyataan Sundberg (2008) bahwa, saat anak bersenang-senang
melalui bermain, sangat mungkin bahwa mereka akan secara verbal lebih spontan.
Tim peneliti menambahkan bahwa keterampilan bermain dianggap penting untuk
perkembangan anak sebab terjadi kenaikan interaksi verbal di antara anak-anak
dan peluang untuk mempelajari perilaku baru terutama karena orang lain dapat
menjadi model. Anak dengan ASD sering
menunjukkan gangguan beberapa domain dan keterampilan bermain akan terpengaruh.
Intervensi untuk mengembangkan bermain fungsional dan simbolik harus fokus
mengajar variabilitas bermain dengan mainan nyata (permainan fungsional) dan item-item
umum dari setiap hari (permainan simbolis).
§ Prinsip-prinsip perilaku melalui pengkondisian operan dapat menjadi
cara mengajar yang menghormati kecepatan siswa dalam belajar keterampilan baru
(Skinner, 1953/ 2003; Skinner, 1968/ 1972). Hal tersebut mungkin berguna untuk
memandu intervensi dalam psikologi sekolah yang inklusif, seperti yang membahas
domain bermain fungsional untuk dimasukkan di sekolah (Otero et al., 2017;
Stichter, Tillman & Jimerson, 2016).
§ Menurut Kasari, et al. dan Martins dan Monteiro (2017), banyak anak
dengan autisme biasanya menunjukkan keterampilan bermain fungsional lebih
sering dari permainan simbolik. bahwa bermain fungsional dapat dibentuk nanti
dalam perkembangan anak autis, tetapi bermain simbolis itu mungkin tidak pernah
muncul atau frekuensinya akan rendah. Bermain itu harus menyenangkan, kreatif
dan spontan sebab banyak anak dengan ASD
mungkin tidak serius mendemonstrasikan keterampilan bermain seperti anak pada
umumnya, terutama mengingat kasus bermain simbolis.
§ Akers dkk. (2016) menggunakan foto jadwal aktivitas untuk
menetapkan keterampilan bermain secara mandiri oleh tiga anak dengan autisme
dari 4 s.d 5 tahun di taman bermain. Phillips & Vollmer (2012)
mengembangkan prosedur untuk mengajarkan rantai permainan perilaku untuk tiga
anak-anak berusia 4 tahun dengan keterlambatan berbahasa tutur (salah satunya
adalah autistik). Keduanya menjelaskan contoh prosedur, terbukti ilmiah dan efektif
membangun rantai kompleks perilaku bermain fungsional pada anak-anak dengan
ketidakmampuan belajar meski awalnya mereka tidak memiliki repertoar perilaku
bermain fungsional.
5. Metode penelitian
Dalam menyusun metode untuk penelitian, tim de Matos mempertimbangkan keberhasilan prosedur dari literatur sebelumnya
dalam membangun keterampilan bermain, yang terdiri atas rantai perilaku yang
kompleks bagi anak-anak dengan ASD melalui
penggunaan petunjuk visual dan jadwal penguatan.
Penelitian de
Matos, dkk melibatkan tiga anak Brasil berusia 4 tahun yang semuanya menunjukkan
keterlambatan bahasa, tetapi hanya dua yang didiagnosis autism (oleh
karakteristik terkait). Mereka semua adalah pelajar tingkat dua sesuai dengan
protokol tonggak dari Penilaian Tonggak Perilaku Verbal dan Program Penempatan
(Sundberg, 2008). Menurut protokol ini, semua peserta mampu : (1) membuat
permintaan tentang item-item yang diinginkan melalui frasa tiga kata; (2) melabeli
sekitar 100 rangsangan non-verbal; (3) menggambarkan beberapa kombinasi kata
kerja-kata benda; (4) mengidentifikasi lebih dari 200 rangsangan non-verbal
ketika nama mereka dipanggil; (5) mengikuti instruksi lisan berisi tindakan
sederhana dengan/ tanpa obyek; (6) memasangkan obyek dan gambar ke model yang serupa;
(7) imitasi motorik, imitasi dengan obyek, dan pengembangan keterampilan
motorik halus melalui pemodelan; (7) mengembangkan daftar identifikasi reseptif
rangsangan non-verbal melalui verbal instruksi; (8) menjawab rangsangan verbal
yang berubah dalam proses dikembangkan; (9) menyelesaikan beberapa frasa yang
berbeda, tetapi pertanyaan “apa, siapa
dan di mana” lebih sulit; (10) meski peserta mampu mendemonstrasikan
beberapa tindakan sederhana dengan pemodelan mainan, mereka umumnya tidak
menunjukkan permainan fungsional yang konsisten dan berurutan. Penting untuk
memastikan bahwa para peserta tidak dapat mendemonstrasikan perilaku sebagai
target penelitian ini.
Instrumen:
Lingkungan dan Bahan Eksperimental
Dilakukan secara individual di klinik universitas swasta dengan
area pengajaran berupa : meja, kursi dan bahan seperti mainan dan gambar yang
menggambarkan tindakan yang berbeda dan tertutup di dalam halaman yang
dilaminasi dari binder. Seorang peserta duduk dengan pengamat duduk di kursi
lain di dekatnya. Mainan yang dimanipulasi terdiri atas set dengan beberapa potongan
komponen. Dalam penelitian ini, digunakan empat set mainan untuk salah satu
peserta (P1): (1) Mr. Potato Head dengan
sembilan langkah yang harus dilakukan; (2) camilan dengan delapan langkah untuk
menyiapkan hamburger; (3) camilan
dengan sembilan langkah untuk menyiapkan salad buah; 4) blender dengan delapan
langkah untuk menyiapkan smoothie.
Untuk peserta P2 dan P3 hanya dua set, orangtua mereka dilarang membeli set
mainan selain yang disebutkan. Untuk semua peserta, diberi setiap set mainan,
jumlah langkah sesuai dengan jumlah halaman di binder dengan gambar yang
mewakili langkah berbeda di setiap halaman. Halaman terakhir di binder berisi
kata tercetak “Semua selesai!”. Kamera
digital digunakan untuk mengambil semua gambar yang digunakan selama percobaan,
berupa gambar close-up anak yang
menyelesaikan suatu langkah dengan cara itu di mana yang terlihat hanya tangan
dan bahan yang relevan untuk langkah yang ditunjukkan.
Prosedur
Pengumpulan Data
Sesi dilakukan dua atau tiga kali per minggu. Variabel terikat utamanya
adalah persentase tanggapan benar dalam menyelesaikan setiap set mainan selama diuji
dan blok pelatihan uji coba. Tanggapan benar dan salah dicatat pada lembaran data.
Pada uji coba yang sukses, eksperimen mencatat tanda (+) di kolom sesuai dengan blok uji coba. Tanggapan salah (atau tidak
ada tanggapan) dicatat sebagai tanda (-) dengan definisi: (1) anak menyelesaikan tindakan dengan obyek
tidak sesuai dengan yang digambarkan; (2) anak merespon keluar dari urutan; (3)
anak menampilkan tindakan tidak sesuai dengan salah satu langkah. Sekitar 50% sesi
penilaian dan intervensi, data dikumpulkan oleh dua pengamat untuk membuat
perjanjian interobserver (IOA) yang dihitung
dengan membagi jumlah perjanjian dengan jumlah perjanjian ditambah perselisihan
dan mengalikan dengan 100 untuk mendapatkan persentase. Rata-rata IOA adalah 97% untuk semua peserta.
Prosedur Intervensi
dan Pengujian
Peserta mencocokkan obyek dan gambar (pencocokan identitas
visual-visual) dan obyek ke gambar dan sebaliknya (pencocokan visual-visual yang
berubah-ubah). Peserta juga dapat memilih gambar dan benda setelah mendengar
nama mereka.
§ Baseline/ tingkat dasar, komponen tiap
set mainan ditempatkan terpisah di hadapan peserta serta binder dengan
gambar-gambar pada urutan yang diberikan. Pengamat memberi instruksi untuk terlibat
dengan materi. Dorongan tidak diberikan selama kondisi ini. Keterlibatan dengan
materi memang dipuji, tetapi tidak ada konsekuensi diferensial diberikan.
§ Pembalikan
halaman, binder disajikan tanpa gambar dan
anak diperintah untuk membuka binder dan membalik setiap halamannya. Petunjuk
fisik boleh diterapkan dan secara bertahap memudar untuk membangun kinerja
independen. Di halaman terakhir berisi tulisan “Semua selesai!” menjadi pencapaian dan pengamat mendorong yang
bertahap dikurangi begitu anak dapat mandiri mengutarakan kata-kata. Ketika
peserta mampu membuka binder, membalik semua halaman dan mengucapkan kata-kata
halaman terakhir tanpa bantuan apa pun, kondisi ini dihentikan.
§ Tes instruksi, untuk memverifikasi apakah kemampuan peserta dalam melakukan
langkah-langkah pada gambar.
§ Intervensi, untuk menetapkan kinerja yang benar dengan hirarki petunjuk
sebagai berikut: (1) sejak 5 s.d 10 detik presentasi materi dan instruksi awal
atau setelah selesainya suatu langkah, tidak ada perintah bagi peserta yang
dapat menunjukkan tanggapan benar; (2) jika tidak ada demonstrasi kinerja yang
benar, beri dorongan vokal untuk melakukan sesuai gambar; (3) jika tidak cukup,
pengamat menunjuk komponen yang relevan untuk penyelesaian langkah; (4) jika
perlu, pengamat melakukan tindakan sendiri dan mendorong vokal spesifik; (5)
jika tidak ada yang berhasil, pengamat membimbing secara fisik untuk melakukan
aksinya. Untuk setiap langkah, peserta diberi 5 s.d 10 detik untuk memancarkan
respon yang benar. Kapanpun anak mampu tanpa bantuan, pujian lisan dan token
kecil diberikan. Token terakumulasi dapat ditukar untuk akses ke mainan yang
disukai dan sestau yang dapat dimakan pada akhir sesi, yang berlangsung sekitar
40 menit dan dapat melibatkan beberapa blok uji coba.
§ Penyelidikan
urutan langkah baru, dilakukan
sebagai pengujian kontrol stimulus. Prosedurnya identik dengan yang digunakan
pada saat awal. Jika peserta menunjukkan 100% tanggapan berturut-turut
setidaknya dalam dua kali berturut-turut blok uji coba, diasumsikan bahwa
tanggapan sedang dipancarkan di bawah kontrol rangsangan bergambar. Jika tidak
terpenuhi, urutan baru juga akan dilatih, tetapi itu tidak pernah diperlukan
untuk setiap peserta mempertimbangkan semua set mainan dimanipulasi.
Prosedur
Analisis Data
Untuk memastikan bahwa perilaku yang ditargetkan (rantai perilaku
bermain di hadapan gambar) adalah fungsi dari intervensi, desain eksperimental
penyelidikan pada set mainan dibuat berbeda
bagi setiap peserta. Pertama, baseline ditetapkan
dengan set mainan dan gambar ragam tindakan yang berbeda untuk setiap peserta;
setelah stabilitas ditunjukkan, prosedur mengenai intervensi ditempatkan di
salah satu dari set mainan. Setelah kriteria yang berubah-ubah tercapai untuk
set mainan pertama, menunjukkan peningkatan kinerja, intervensi dimulai untuk
set lain. Ini adalah desain karakteristik untuk memastikan kontrol
eksperimental oleh variabel independen. Untuk P1 dengan siapa empat set mainan
digunakan, intervensi tidak diperlukan untuk set mainan ketiga dan keempat dan
perbaikan mungkin terjadi sebagai efek generalisasi dari pelatihan dengan set
mainan sebelumnya.
Prosedur Etis
Formulir yang diinformasikan ditandatangani orangtua anak untuk
partisipasi dan penelitian telah disetujui oleh komite etika dalam hal penelitian
dengan manusia (otorisasi No. 1.189.331) dari Universitas Ceuma, São Luís-MA.
6. Hasil penelitian
§ P1 tidak menunjukkan kinerja benar selama baseline set mainan pertama (Mr.
Potato Head). Selama diberi instruksi saat tes, instruksi verbal juga tidak
cukup untuk membangkitkan respons yang benar dalam dua blok uji coba. Selama
intervensi, kinerja progresif yang benar terjadi di beberapa blok dan kondisi
dihentikan setelah blok keenam. Untuk set mainan kedua (hamburger), kinerja yang benar bernilai rendah di seluruh pengujian
blok uji coba dan, selama kondisi tes instruksi, kinerjanya mendekati nol dalam
dua blok berurutan. Selama intervensi, respons yang benar juga semakin mapan
seperti dalam kasus set mainan sebelumnya dan kondisinya diakhiri setelah
delapan blok uji coba. Saat kembali ke kondisi baseline, tidak ada kesalahan
yang ditunjukkan selama dua blok berturut-turut. Dalam kasus set mainan ketiga
(salad buah) dan keempat (smoothie), kinerja
yang benar bernilia progresif terjadi di beberapa blok uji coba selama kondisi
awal. Blok 11 dan sembilan memerlukan kinerja mandiri yang benar dan tanpa
intervensi. Sepertinya pelatihan set pertama dan kedua penyebabnya.
§ P2 diuji dengan dua set mainan, datanya menunjukkan tidak ada
kinerja yang benar dalam tiga blok percobaan berturut-turut set mainan pertama.
Pengujian dengan intruksi menunjukkan tidak ada kinerja benar dalam dua blok
berturut-turut. Selama kondisi intervensi, sembilan blok uji coba perlu
menghasilkan 100% respons yang benar dan kondisi dihentikan. Kembali ke baseline menunjukkan kinerja yang bebas
dari kesalahan di tiga blok berurutan. Untuk set mainan kedua, tidak ada respon
yang benar di beberapa blok baseline dan
kinerja dalam dua blok berturut-turut selama kondisi tes instruksi sudah
mendekati nol. Pemrograman kondisi intervensi menuntut empat blok untuk
mencapai kriteria. Ketika baseline dipulihkan,
kinerja yang benar dipertahankan dalam dua blok percobaan berturut-turut.
§ P3 menunjukkan kinerja mendekati nol di blok pertama dan nol
kinerja yang benar untuk sisa dua blok uji coba selama baseline pertama untuk set mainan pertama dan tidak ada jawaban
benar selama tes instruksi. Delapan blok uji coba perlu ditetapkan kriteria
100% respon yang benar dalam dua blok percobaan berturut-turut, meskipun
peserta terpapar selama dua blok lagi. Setelah baseline dipulihkan dengan gambar-gambar dalam orde baru, respon
benar dipertahankan bebas dari kesalahan dalam tiga blok berturut-turut. Untuk
set mainan kedua, kinerja selama baseline
pertama juga tidak melibatkan atau hampir tidak ada tanggapan yang benar.
Tidak ada respon yang benar selama tes instruksi, delapan blok diperlukan untuk
mencapai kriteria. Kinerja yang bebas dari kesalahan dipertahankan selama tiga
blok berturut-turut dalam kondisi baseline
kedua dalam tatanan baru.
Pembahasan
§ P1 hanya membutuhkan enam dan delapan blok untuk yang pertama dan
set mainan kedua. Pelatihan tidak diperlukan untuk set mainan ketiga dan
keempat, sebab setelah pelatihan terbukti berhasil untuk set pertama dan kedua.
Peningkatan respons benar 100% terlihat pada set yang tersisa dan menunjukkan
ukuran generalisasi, sesuai dengan data penelitian Phillips & Vollmer
(2012) bahwa intervensi berhasil menetapkan kinerja benar yaitu peserta
mencapai kriteria yang didefinisikan sebagai fungsi dari kesalahan dua blok
berturut-turut uji coba. Pembentukan perintah dan kriteria yang tepat mendukung
kapasitas bermain simbolik pada anak dengan ASD.
§ Efek generalisasi tidak ditunjukkan oleh P2 dan P3 karena hanya dua
set mainan yang digunakan (tidak tersedianya lebih banyak perangkat untuk
anak-anak ini—keterbatasan penelitian). Intervensi terbukti efektif, hanya
sembilan dan empat blok diperlukan di set pertama dan kedua bagi P2. P3
membutuhkan delapan blok di set mainan pertama dan kedua.
§ Kinerja pada set mainan ketiga dan keempat untuk P1 juga disajikan
untuk menunjukkan kontrol respons oleh rangsangan bergambar. Hal yang sama
tampaknya benar mengingat data yang digambarkan selama baseline kedua setelah
pelatihan dengan semua peserta. Kontrol baseline yang kedua dinilai dengan
rangsangan bergambar dengan manipulasi dari gambar-gambar yang menggambarkan
set mainan pertama dan kedua untuk semua peserta dalam tatanan baru. 100%
jawaban yang benar ditetapkan dalam dua atau tiga blok uji coba. Secara
keseluruhan, data memperluas penelitian sebelumnya yang menunjukkan intervensi
itu menghasilkan kontrol stimulus oleh gambar-gambar.
7.
Simpulan
Penelitian ini
didasari oleh fokus pendidikan inklusif di Brasil di mana siswa dengan ASD juga dididik di sekolah umum, di
mana psikolog diundang untuk bekerjasama dengan intervensi ilmiah untuk
mendukung perluasan pendidikan yang terbukti efektif untuk para siswa tersebut.
Sebab kebutuhan pendidikan yang berbeda dari anak dan orang muda dengan
autisme, profesional mungkin perlu didukung pengetahuan dan pengalaman ahli di
bidang praktik klinis.
de Matos, dkk berusaha
menunjukkan efektivitas intervensi terstruktur untuk memperluas perilaku
bermain fungsional. Hasilnya yaitu : (1) adopsi protokol psikografi dalam suatu
lingkungan intervensi terstruktur terbukti empiris dapat mendukung kebutuhan
tersebut; (2) desain penelitian yang ditekankan pada hubungan individual memungkinkan
perekaman berkelanjutan dari tanggapan peserta dan tanggapan pemantauan selama
intervensi; (3) generalisasi perilaku bermain fungsional ke lingkungan
naturalistik ditegaskan di sekolah sebagai ruang istimewa untuk pemeliharaan
dan perluasan perilaku yang tepat.
Komentar
Posting Komentar
[tetaplah sopan, bersahabat dan bijaksana]